Minggu, 27 Januari 2019

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. “S” DENGAN TRAUMA CAPITIS BERAT (TCB) DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


 ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. “S” DENGAN TRAUMA CAPITIS BERAT (TCB)  DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
 

BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Trauma Capitis adalah cedera kepala yang menyebabkan kerusakan pada kulit kepala, tulang tengkorak dan pada otak.
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen
B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :Benda tajam, Trauma benda tajam dapat menyebabkan cidera setempat ;Benda tumpul, dapat menyebabkan cidera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak
Penyebab lain
1.      kecelakaan lalulintas
2.      Jatuh
3.      Pukulan
4.      Kejatuhan benda
5.      Kecelakaan kerja / industry
6.      Cidera lahir
7.      luka tembak
Mekanisme cidera kepala :
1.      Ekselerasi :Ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam.Contoh : akibat pukulan lemparan.
2.      Deselerasi :Akibat kepala membentur benda yang tidak bergerak.Contoh : kepala membentur aspal.
3.      Deforinitas :Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagian tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
Berdasarkan berat ringannya :
1.      Cidera kepala ringan           G C S : 13 – 15
2.      Cidera kepala sedang          G C S : 9 – 12
3.      Cidera kepala berat             G C S : 3 – 8
Penyebab terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor.jatuh dan terpeleset.Biomekanika cedera kepala ringan yang utama adalah akibat efek ekselarasi/deselerasi atau rotasi dan putaran. Efek ekselerasi/deselerasi akan menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan dengan tulang tengkorak, terutama di bagian frontal dan frontal temperol. Gaya benturan yag menyebar dapat menyebabkan cedera aksonal difus (diffuse axonal injury) atau cedera coup-contra.coup.
C. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.
Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio “countercoup”. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countercoup.
Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup).
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.















 

Trauma kepala


 


             Ekstra kranial                            Tulang kranial                      Intrakranial
Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang
Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler
-Perubahan outoregulasi
-Odem cerebral
-Perdarahan
-Hematoma
Gangguan suplai darah
Iskemia
Perubahan sirkulasi CSS
Perubahan perfusi jaringan
Peningkatan TIK
Girus medialis lobus temporalis tergeser
Kejang
Gangg. Neurologis fokal
Hipoksia
1. Bersihan jln. nafas
2. Obstruksi jln. nafas
3. Dispnea
4. Henti nafas
5. Perub. Pola nafas
Resiko tidak efektifnya jln. nafas
Defisit Neurologis
Gangg. persepsi sensori
Gangg. fungsi otak
Herniasi unkus
Mesesenfalon tertekan
Gangg. kesadaran
Resiko injuri
Nyeri
Resiko infeksi
Mual – muntah
Papilodema
Pandangankabur
Penurunanfungsipendengaran
Nyerikepala
Cemas
Immobilisasi
Resiko kurangnya volume cairan
Resiko gangg. integritaskulit
Tonsil cerebelumtergeser
Kompresi medula oblongata
Kurangnya perawatan diri
 



























D. Tanda dan Gejala
a.       Commotio Cerebri
1.      Tidak sadar selama kurang atau sama dengan 10 menit.
2.      Mual dan muntah
3.      Nyeri kepala (pusing)
4.      Nadi, suhu, TD menurun atau normal
b.      Contosio Cerebri
1.      Tidak sadar lebih dari 10 menit
2.      Amnesia anterograde
3.      Mual dan muntah
4.      Penurunan tingkat kesadaran
5.      Gejala neurologi, seperti parese
6.      LP berdarah
c.       Laserasio Serebri
1.      Jaringan robek akibat fragmen taham
2.      Pingsan maupun tidak sadar selama berhari-hari/berbulan-bulan
3.      Kelumpuhan anggota gerak
4.      Kelumpuhan saraf otak
E. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a.       X-ray Tengkorak
Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi fraktur karena CT scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan. X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada.
b.      CT-Scan
Penemuan awal computed tomography scanner ( CT Scan ) penting dalam memperkirakan prognosa cedera kepala berat. Suatu CT scan yang normal pada waktu masuk dirawat pada penderita-penderita cedera kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan penderita-penderita yang mempunyai CT scan abnormal. Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua penderita dengan CT scan yang relatif normal akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin terjadi peningkata TIK dan dapat berkembang lesi baru pada 40% dari penderita. Di samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk lesi di batang otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering berhubungan dengan outcome yang buruk.
c.       Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai prognosa. MRI mampu menunjukkan lesi di substantia albadan batang otak yang sering luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI, mempunyai prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan CT Scan awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol baik. Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) menambah dimensi baru pada MRI dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi Cedera Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala ringan sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala yang lebih berat, pada pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum dan substantia alba. Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya sampai saat ini dapat menolong menjelaskan berlangsungnya defisit neurologik dan gangguan kognitif pada penderita cedera kepala ringan.
F. Komplikasi
1.      Jangka pendek
a.       Hematoma epidural
Letak epidural yaitu antara tulang tengkorak dan duramater. Terjadi akibat pecahnya arteri meningea media atau cabang-cabangnya. Gejalanya yaitu setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang bersifat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula miosis, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial. Kejadiannya biasanya akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam) dengan adanya lucid interval, peningkatan TIK dan gejala lateralisasi berupa hemiparese Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan. Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, reflex tendon meninggi dan refleks patologik positif. Pemeriksaan CT-Scan menunjukkan ada bagian hiperdens yang bikonveks dan LCS biasanya jernih. Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah.
b.      Hematom subdural
Letak subdural yaitu di bawah duramater. Terjadi akibat pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri. Gejala subakut mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama dan gejala kronis timbul 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma. Pada pemeriksaan CT-Scan setelah hari ke 3 yang kemudian diulang 2 minggu kemudian terdapat bagian hipodens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak). Juga terlihat bagian isodens dari midline yang bergeser. Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasidekompresi.
c.       Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
d.      Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala : Nyeri kepala; Penurunan kesadaran ; Hemiparese; Dilatasi pupil ipsilateral; Kaku kuduk
e.       Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi dan kesadaran menurun.
2.      Jangka panjang
a.       Kerusakan saraf cranial
a)      Anosmia :Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan yang jika total disebut dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita anosmia.
b)      Gangguan penglihatan :Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera (trauma). Biasanya disertai hematoma di sekitar mata, proptosis akibat adanya perdarahan, dan edema di dalam orbita. Gejala klinik berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative, atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera yang mengakibatkan kebutaan, tarjadi atrofi papil yang difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat irreversible.
c)      Oftalmoplegi :Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan latihan ortoptik dini.
d)     Paresis fasialis :Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut moncong, semuanya pada sisi yang mengalami kerusakan.
e)      Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai vertigo dan nistagmus karena ada hubungan yang erat antara koklea, vestibula dan saraf. Dengan demikian adanya cedera yang berat pada salah satu organ tersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ lain.
b.      Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memahami atau memproduksi bahasa disebabkan oleh penyakit system saraf pusat. Penderita disfasia membutuhkan perawatan yang lebih lama, rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah komunikasi. Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk disfasia kecuali speech therapy.
c.       Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan) merupakan manifestasi klinik dari kerusakan jaras pyramidal di korteks, subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan dengan cedera kepala adalah perdarahan otak, empiema subdural, dan herniasi transtentorial.
d.      Sindrom pasca cedera kepala
Sindrom pasca trauma kepala (postconcussional syndrome) merupakan kumpulan gejala yang kompleks yang sering dijumpai pada penderita cedera kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri kepala, vertigo gugup, mudah tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, mudah terasa lelah, sulit tidur, dan gangguan fungsi seksual.
e.       Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arteri k arotis interna dengan sinus k avernosus, umumnya disebabkan oleh cedera pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa bising pembuluh darah (bruit) yang dapat didengar penderita atau pemeriksa dengan menggunakan stetoskop, proptosis disertai hyperemia dan pembengkakan konjungtiva, diplopia dan penurunan visus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata.
f.       Epilepsi
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam minggu pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late posttraumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun pertama meskipun ada beberapa kasus yang mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian.
G. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
  1. Observasi 24 jam
  2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
  3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
  4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
  5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
  6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
  7. Pemberian obat-obat analgetik.
  8. Pembedahan bila ada indikasi.


H. Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpang-tindih dengan gejala depresi.













BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.      Pengkajian Primer
a.       Airway
Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
b.      Breathing
Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.
c.       Circulation
Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
d.      Disability
Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
Cidera kepala ringan           G C S : 13 – 15
Cidera kepala sedang          G C S : 9 – 12
Cidera kepala berat            G C S : 3 – 8
e.       Exposure
Suhu, lokasi luka.
           
2.      Pengkajian Sekunder
a.       Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera. Darimana arah dan kekuatan pukulan?
b.      Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi.
c.       Riwayat Keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

B. Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan dalam pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang kurang
2.      Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
3.      Hambatan mobilitas fisik b.d hemiplegia, hemiparese, kelemahanan.

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang kurang. Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x… maka masalah perukaran gas teratasi dengan
Kriteria Hasil: · Tidak ada gangguan jalan napas · Lendir dapat batukkan/sekret dapat keluar. · Pernapasan teratur.
Intervensi:
1.      Kaji pernapasan, suara napas, kecepatan irama, kedalaman, penggunaan obat tambahan.
R/: Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret ·
2.      Catat karakteristik sputum (warna, jumlag, konsistensi)
R/: Pengeluaran sekret akan sulit jika kental ·
3.      Anjurkan minum 2500cc/hari.
R/: Mengencerkan lendir sehingga dapat dibatukkan ·
4.      Beri posisi fowler
R/: Memaksimalkam ekspansi paru dan memudahkan bernapas ·
5.      Kolaborasi pemberian O2 dan pengobatan/therapi
R/: Memenuhi kebutuhan O2 dan pengeluaran sekret
2. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : setelah diberikan tindakn keperawatan selama …x… perfusi jaringan otak membaik dengan
Kriteria Hasil: · Pasien tidak menunjukkan peningkatan TIK, Terorientasi pada tempat, waktu dan respon ,Tidak ada gangguan tingkat kesadaran ·
Intervensi
1.      Kaji status neurologi, tanda-tanda vital (tekanan darah meningkat, suhu naik, pernapasan sesak, dan nadi) tiap 10-20 menit sesuai indikasi.
R/ :Mendeteksi dini perubahan yang terjadi sehingga dapat mengantisipasinya. ·
2.      Temukan faktor penyebab utama adanya penurunan perfusi jaringan dan potensial terjadi peningkatan TIK.
R/: Untuk menentukan asuhan keperawatan yang diberikan.
3.      Monitor suhu tubuh
R/: Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya kerusakan hipotalamus atau panas karena peningkatan metabolisme tubuh.
4.      Berikan posisi antitrendelenberg atau dengan meninggikan kepala kurang lebih 30 derajat.
R/: Mencegah terjadinya peningkatan TIK ·
5.      Kolaborasi Pemberikan obat diuretik seperti manitol, diamox
R/: Membantu mengurangi edema otak
3. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiplegia, kelelahan
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x… makas hambatan mobilisasi fisik teratasi dengan
Kriteria Hasil: · Pasien dapat mempertahankan mobilitas fisik seperti yang tunjukkan dengan tidak adanya kontraktur, Tidak terjadi peningkatan TIK Intervensi: ·
1.      Lakukan latihan pasif sedini mungkin
R/: Mempertahankan mobilitas sendi dan tonus otot. ·
2.      Beri footboard/penyangga kaki
R/: Mempertahankan posisi ekstremitas ·
3.      Pertahankan posisi tangan, lengan, kaki dan tungkai
R/: Posisi ekstremitas yang kurang tepat akan terjadi dislokasi ·
4.      Kolaborasi fisioterapi
R/: Tindakan fisioterapi dapat mencegah kontraktur

DAFTAR PUSTAKA
1.      Carpenito - Moyet, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
2.      Darwis, Aprisal. 2014. Konsep Dasar Trauma Kepala (Trauma Kapitis). (http://www.abcmedika.com/2014/02/konsep-dasar-trauma-kepala-trauma.html) di akses pada tangal 22 Agustus 2018
3.      Dongues, Marilyn E, dkk. 2000. Rencana Asuah Keperawatan : Pedoman Untukperencanaan Dan Pendokumentasian Perawtan Pasie. Jakarta : EGC
4.      Ilyas, Kamal Kharrazi 2011 Gambaran Glasgow Coma Scale Pada Pasien Trauma Kapitis Di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009 (http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21501) diakses pada tanggal 22 Agustus 2018
5.      Prince, Sylivia A & Wilson, Lorraine M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Peyakit. Jakarta : EGC
6.      Smeltzer, Suzanne C& Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Eperawtan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
7.      Wilkinson, Judith M, & Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC



 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
UNIT GAWAT DARURAT RS BHAYANGKARA MAKASSAR

KAJIAN KEPERAWATAN UNIT GAWAT DARURAT


Unit                                   : IGD RS Bhayangkara    Tgl Pengkajian          : 21-08-2018
Tanggal datang di UGD:  21-08-2018                     Jam Masuk                : 00. 45
                                                                                    Jam Keluar                : 04. 40
                                                                                    Auto Anamnesa         :
                                                                                    Allo Anamnesa          :
                                                                                    NO. Rekam Medik    : 298359

I.         Identitas:
A.    Klien
Nama (Inisial)            : Tn. “S”
Tempat/Tgl Lahir       : Bayoa, 31-12-1941
Status Perkawinan     : Menikah
Agama/Suku              : Islam/ Makassar
Warganegara              : Indonesia
Pendidikan                 : SMA
Pekerjaan                    : Wiraswasta
Alamat Rumah           : Bayoa Barombong

B.     Pengantar
Nama                          : Tn. “R”
Alamat                       : Bayoa Barombong
Hubungan dg klien    : Anak

C.    Triage                                    : Gawat Darurat (Merah)
Diagnosa Masuk IGD            : Trauma Capitis Berat (TCB) GCS 8
1.      Keluhan masuk                : Pasien penurunan kesadaran dan perdarahan hidung
2.      Riwayat                            : Keluarga mengatakan bahwa sekitar pukul ±
23.00 pasien ingin membuang air kecil, lalu bergegas ke kamar mandi namun, ketika ingin melangkah turun tiba-tiba pasien terjatuh, pada saat itu kondisi pasien tidak stabil dikarenakan pasien masih dalam tahap pemulian setelah demam  ± 4 hari yang lalu. Keluarga mengatakan paa saat itu pasien sempat berteriak meminta tolong “allei’a, pa’risi’ki ulungku”. Pasien jatuh dari tangga setinggi ± 2 meter sekitar sejam yang lalu, dengan posisi kepala terbentur pada batu dan terjadi perdaraan pada hidung ± 50 cc.

3.      Riwayat penyakit keluarga          : Tidak ada riwayat penyakit keluarga. Pasien
   memiliki riwayat hipertensi
4.      Riwayat alergi                              : Tidak ada riwayat alergi makanan, minuman
                                                       maupun obat-obatan            


PENGKAJIAN                                                         DIAGNOSA KEPERAWATAN
(Isi kotak dengan tanda v)                                          (Isi kotak dengan angka)
A.    Airway (Jalan nafas)                                          1. Aktual   2. Risiko  3. Tidak
 
1
 
Sumbatan
 
Benda asing                Sputum                                    Ketidakefektifan bersihan jalan
Lidah jatuh                  Cairan                                      nafas b.d spasme jalan nafas
Tidak ada                                                                   
       Terdapat bunyi snoring pada jalan nafas             Rencana tindakan keperawatan
1.      Buat jalan nafas dengan teknik head till, Chin lift atau Jaw thrust
2.      Bersihkan jalan nafas dengan teknik finger swep
3.      Masukkan alat Oropharyngeal airway (OPA)
                                               
B.    
1
 
Breathing (Pernafasan)                                     
Inspeksi                                                                             Ketidakefektifan pola nafas b.d
 
Frekuensu nafas:  28     x/menit                                        cedera midula spinalis
Teratur                         Tidak teratur                          
    
 
Batuk                                                                    Rencana tindakan keperawatan
            Produktif                     Non produktif             1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
                                                                                    2. Kolaborasi pemberian Oksigen      
 
     Nafas                                                                      3. Monitor tanda-tanda vital
 
            Sesak          Retraksi dada           Apnoe

   Auskultasi:
   Suara nafas
 
            Wheezing           Ronchi           Rales
  
  Perkusi:
            Pekak                 Sonor
 
            Timpani              Redup

 
Palpasi:
            Vocal fremitus            Nyeri



C.     Circulation                                                         
1
 
                                                                                          Penurunan curah jantung b.d
Suhu : 36, 4 oC                                                                  Perubahan frekuensi jantung  
Tekanan Darah      : 160/90 mmhg                        Rencana tindakan keperawatan
Heart rate  : 100 x/menit                                       1. Monitor EKG
Nadi : 62 x/menit                                                  2. Monitor keseimbangan cairan
()  Lemah                                                    3. Lakukan penilaian sirkulasi perifer
      Turgor kulit                                                           4. Monitor TTV
            (√ ) Baik namum lembab
      Warna kulit
            (√) Pucat
      Mata cekung
             (√) Tidak
      (√)  Capilary refily time < 3 detik
      (√) Ekstremitas dingin (akral dingin)
      (-) mual (-) muntah
      (√) Nyeri kepala
      (√) Perdarahan ± 50 cc, melalui hidung
      (-) nyeri dada
   
Pemeriksaan Laboratorium (21-08-2018)
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
WBC
16,84 (10^3u/L)
4,00 – 10, 00
RBC
3,85 (10^6u/L)
3,50 – 5,50
HGB
12,6 (g/dL)
12,0 – 18,0
HCT
40,3 (%)
37,0 – 54,0
MCV
104,8 (fL)
80,0 -100.0
MCH
32,7 (pg)
27,0 – 34,0
MCHC
31,2 (g/dL)
32,0 – 36,0
PLT
182 (10^3u/L)
150 – 400
PCT
0,106 (%)
0,108 – 0,282
P-LCC
23 (10^3u/L)
30 – 90

Radiologi:
Rencana dilakukan pemerikasaan CT-Scan Kepala ketika keadaan uum pasien baik










Electrocardiogram
Kesimpulan : WNL (Within normal limits)
 
















D.    Disabiliy
1
 
Pupil  Isokor                                                          Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
Reflek cahaya : positif (+)                                    cerebral dengan faktor risiko hipertensi
Kuantitatif : M5 V2  E1 GCS 8                           dan trauma
Kualitatif : Samnolen                                                                               
                                                                              Rencana Tindakan keperawatan
1.      Monitor adanya kebingungan
2.      Kolaborasi pemberian obat
3.      Monitor tanda-tanda vital

E.     Eksposure
Pemeriksaan secara head to toe luka/jejas pada daerah
Luka lebam pada lengan tangan kanan dan luka lecet pada pipi serta pelipis kanan

F.     Folley Catheter
Pemasangan kateter
Urine yan keluar 700 cc
Warna : Kuning

G.    Gastric Tube
Tidak dilakukan pemasangan NGT

Going to
(-) ICU                (-) Rawat Inap               (+) Meninggal
(-) Pulang            (-) Rujuk RS lain

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Inisial Pasien         : Tn. “S”                                  Hari/Tanggal   : Selasa, 21-08-2018   
Diagnosa Medik    : TCB GCS 8                          Ruangan          : IGD

No
Diagnosa keperawatan
Implementasi
Evaluasi
Jam
Tindakan
1










Ketidakeektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan nafas





00.46


00.48



00.50


1.      Membebaskan jalan nafas dengan teknik head till, Chin lift atau Jaw thrust
H/ Jalan nafas bebas
2.      Membersihkan jalan nafas dengan teknik finger swep
H/ Jalan nafas bebas dari sputum
3.      Memasukkan alat Oropharyngeal airway (OPA)
4.      H/ dilakukan pemasangan gudel ukuran 3
A :  Pertahankan intervensi
1.      Bebaskan jalan nafas dengan teknik head till, Chin lift atau Jaw thrust
2.      Bersihkan jalan nafas dengan teknik finger swep
3.      Masukkan alat Oropharyngeal airway (OPA)
4.      Lakukan suction (bila diperlukan)

B : Pertahankan intervensi
1.      Pertahankan kepatenan jalan nafas
2.      Kolaborasi pemberian Oksigen
3.      Monitor tanda-tanda vital

C : Pertahankan Intervensi
1.      Lakukan penilaian sirkulasi perifer
2.      Monitor TTV

D : Pertahankan intervensi
1.      Monitor adanya kebingungan
2.      Kolaborasi pemberian obat
3.      Monitor tanda-tanda vital
E : Clear















2












Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cedera medula spinalis








00.52


00.55


01.00






1.      Mempertahankan kepatenan jalan nafas
H/ Jalan nafas paten dengan posisi head till chin lif
2.      Mengkolaborasi pemberian Oksigen nafas
H/ Pemberian O2 simple mask 8 lpm     
3.      Monitorong tanda-tanda vital
H/
TD : 160/90 mmg
N : 65 x/i
S : 36.5 oC
P : 28 x/i
3













Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload







01.10

01.15



01.20


02.00




1.      Monitoring EKG
H/ 
WNL
2.      Monitoring keseimbangan cairan
H/
Intake :  Infus dan obat injeksi :±450 cc
Output : 700 cc
3.      Melakukan penilaian sirkulasi perifer
H/
CRT  > 3 detik
4.      Monitoring TTV
TD : 200/ 100
N: 102 x/i
S : 36, 7oC
P: 25 x/i
4











Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
dengan faktor risiko hipertensi
dan trauma






02.05

02.10





02.30




1.      Monitoring adanya kebingungan
H/ Pasien penurunan kesadaran GCS 8
2.      Kolaborasi pemberian obat
H/
Injeksi Ranitidin 2 ml
Injeksi Santagesik 2 ml
Injeksi Cefriaxcone 1 gr
Injeksi piracetam 3 gr
3.      Monitoring TTV
TD : 180/90 mmhg
N: 100 x/i
P : 25 x/i
S : 36,5 oC


Observasi Lanjutan :

No
Diagnosa keperawatan
Implementasi Keperawatan
Evaluasi
Jam
Tindakan

1
Ketidakeektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan nafas
02.45
Jalan nafas bebas
A :Observasi dan
     pertahankan intervensi
1.      Bebaskan jalan nafas dengan teknik head till, Chin lift atau Jaw thrust
2.      Lakukan suction (bila diperlukan

2
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cedera medula spinalis
02.47
Pola nafas baik dengan bantuan oksigen simple mask 8 lpm
B : Observasi dan
     pertahankan intervensi
1.      Monitor pemberian Oksigen
2.      Monitor tanda-tanda vital

3
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung

02. 50


02.55

1.      Melakukan penilaian sirkulasi perifer
H/
CRT  > 3 detik
2.      Monitoring TTV
H/
TD : 150/100
N: 87 x/i
S : 36, 7oC
P: 25 x/i
C : Observasi dan
      Pertahankan intervensi
1.      Lakukan penilaian sirkulasi perifer
2.      Monitor TTV

4
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
dengan faktor risiko hipertensi
dan trauma
03.00


Monitoring adanya kebingungan
H/ Pasien penurunan kesadaran GCS 8

D : Observasi dan
      pertahankan intervensi
1.      Monitor tingkat kesadaran




Observasi Lanjutan :

Data
Jam
Tindakan
Evaluasi
Risiko Syok

Data :
1.      Tanda – Tanda Vital
TD :  128/76 mmhg
N : 57 x/i
S: 36,4 oC
P : 15 x/i
Sat O2 : 84 %
2.      Warna kulit sianosis dan lembab
3.      Akral dingin
4.      CRT > 3 detik
5.      GCS : 4
E2 M1V1
03.35
1.      Memasang Jackson Rees dengan pemberian O2 12 lpm
H /
TTV :
TD : 80/60 mmhg
S: 36,4 oC
P : 18 x/i
N : 55 x/i
2.      Monitoring CRT
H/ CRT > 3 detik
3.      Monitoring TTV
TD :  80/57 mmhg
N : 57 x/i
S: 36,4 oC
P : 12 x/i
Sat O2 : 84 %
A : Jalan nafas paten

B : Pertahankan intervensi
1.      Monitor  pemberian O2
C : Pertahankan intervensi
1.      Monitor sirkulasi
D: Pertahankan intervensi
1.      Monitor Tingkat kesadaan
E : Clear





1.      KU tidak baik
2.      GCS 4
3.      TTV
TD :  80/57 mmhg
N : 50 x/i
S: 36,4 oC
P : 10 x/i
Sat O2 : 84 %
04.40
1.      Monitoring TTV
H/
    TD :
     N :            Garis Lurus Asistol
      S :
      P :
2.      Monitor Pupil
H/
Pupil midriasis total
 Refleks cahaya negatif
Tidak teraba arteri karotis
Pasien meninggal
Intervensi Selesai



















PATHWAY KASUS

Riwayat jatuh
 

Trauma Kepala
           
   Ekstra Kranial                        Tulang Kranial                                  Intrakranial
 

           Abrasi, konsutio,                      Fraktur kubah kranial                          Laserasi otak
                Laserasi                               fraktur basal kranial                                       
                                                                                                                        edema serebral
            Terputusnya                     Pecanya pembuluh darah             
      kontinuitas jaringan                                                                                      Dispnea,      
                                                    Hematom : Hemoragi nassal
     Perdarahan, Hematoma                                                                                   hipoksia
Breathing
 
                                                     Kontusio otak, edema serebral                              
        Dx: Risiko Infeksi                                                                          
                                                           Peningkatan TIK                         Dx: Ketidakefektifan
                                                                                                                        pola nafas                  
 Penurunan kesadaran          Lidah jatuh        
Disability
 
                                           Dx : Risiko ketidakefektifan perfusi       Akumulasi saliva
                                                          Jaringan serebral                    pada rongga mulut
 

                                                                                                            Obstruksi jalan nafas
Airway
 
                                                                                                     Dx:  Ketidakefektif bersihan jalan nafas
                                                                                               Saraf simpatis terganggu
                                                                                                                         
Circulation
 
                                                                                           Penurunan kontraktilitas ventrikel
 
                       Dx: Penurunan  Curah jantung                     Tekanan aktrium meningkat

1 komentar:

  1. Bila ada yang ingin request materi selahkan coment or
    Email : ishaksul8@gmail.com
    Wa/Hp : 082395396839

    BalasHapus

8 Benar Prinsip Pemberian Obat

8 Benar Prinsip Pemberian Obat 1. Tanyakan nama pasien dan tanggal lahir sesuai dengan gelang identitas pasien 2. Cek nama oba...